Usai Ujian Nasional (UN) tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat berakhir, maka musim penerimaan mahasiswa baru akan dimulai.
Pelaksanakan uang kuliah tunggal di perguruan tinggi negeri (PTN) masih saja menimbulkan permasalahan sejak pertama kali diterapkan 2013 lalu. Jelang penerimaan mahasiswa baru ini, sejumlah mahasiswa di Universitas Andalas dan Universitas Negeri Padang mengharapkan pihak kampus melakukan verifikasi secara tepat dan akurat agar kesalahan-kesalahan di tahun sebelumnya tidak terulang.
Nurul, mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Andalas yang duduk di semester empat, mengaku masih kewalahan dengan pelaksanaan UKT saat ini. Orang tuanya yang pensiunan guru tidak sanggup membayar biaya kuliah ia senilai Rp4,6 juta dan adiknya di Fakultas Kedokteran senilai Rp 7,7 juta yang harus dibayarkan setiap semester.
“Ibu saya guru dan belum pensiun, ayah sudah pensiun. Dengan UKT yang harus dibayarkan ini, jumlahnya terlalu besar. Kalau bisa dilakukan lagi penyesuaian oleh pihak kampus, agar mahasiswa tidak terbebani oleh UKT. Kalau memang kondisi ekonomi memungkinkan atau mahasiswa itu ada dapat beasiswa masih mending akan teratasi UKTnya yang besar,” ujarnya kepada Haluan, Senin (4/4).
Sementara itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNP Galant Victori mengatakan, terdapat keluhan dari sejumlah mahasiswa untuk penerapan UKT yang tidak sesuai ini. Mahasiswa beranggapan bahwa UKT yang ada tidak berdasarkan kondisi rill mahasiswa. Bagi orangtua yang mampu mendapatkan UKT yang rendah, sementara bagi orangtua mahasiswa yang tidak mampu malah sebaliknya.
Ia mengaku sudah melakukan koordinasi dengan pihak rektorat, dan rektor sudah dua kali melakukan penyesuaian. Dari penyesuaian yang dilakukan oleh pihak rektorat terdapat lebih kurang 100 mahasiswa yang dilakukan penyesuaian UKT nya, sementara untuk yang lainnya menjadi daftar tunggu berikutnya. Penyesuaian UKT ini juga disesuaikan dengan beasiswa bidik misi yang didapat oleh mahasiswa.
Ketua BEM Unand Reido Deskumar periode 2015/2016 mengatakan, penerapan UKT sejak tahun 2013 lalu masing-masing fakultas mempunyai level dan tingkatan tanggungan UKT sesuai dengan kondisi ekonomi orangtua. Pada masa kepemimpinanya memang ada sejumlah mahasiswa yang meminta penyesuaian UKT kembali, karena mereka merasa UKT yang dibebankan tidak sesuai dengan kondisi ekonomi keluarganya.
“Pada masa itu, memang dilakukan penyesuaian oleh pihak kampus. Ada beberapa orang mahasiswa yang UKTnya diturunkan, dan ada juga yang tidak karena untuk penyesuaian UKT pihak kampus juga mempunyai beberapa pertimbangan,” ujarnya.
Ia juga berharap, pihak kampus untuk melakukan verifikasi ulang terhadap sejumlah mahasiswa yang UKTnya tidak sesuai dengan kondisi yang ada. Karena menurutnya, jika memang UKT tidak sesuai atau memberatkan mahasiswa ditakutkan akan berhenti di tengah jalan karena tersangkut biaya kuliah.
UKT Menuai Penolakan
Melihat sejarah pemberlakukan uang kuliah tunggal ke belakang, UKT ini pertama kali diterapkan pada 2013 lalu di dua perguruan tinggi negeri di Sumbar yaitu Unand dan UNP. Awal mula diberlakukannya UKT dengan lima level, memunculkan penolakan dan sejumlah masalah. Seperti informasi UKT yang tidak sampai kepada mahasiswa baru, sehingga saat daftar ulang mereka hanya membawa uang tak lebih dari Rp50 ribu. Di Unand, UKT diterapkan mulai Rp500 ribu hingga Rp11 juta pada level tertinggi. Di UNP dimulai dari Rp500 ribu hingga sekitar empat juta rupiah.
Di semester pertama penerapan UKT, Forum Peduli Pendidikan Kota Padang mencatat terdapat 1.031 pengaduan yang diterima. Di tahun 2014, keluhan UKT juga masih tercatat. Dua orang mahasiswa Unand, yaitu mahasiswa Teknik Pertanian angkatan 2013 asal Medan dan mahasiswa Jurusan Agroekoteknologi Unand angkatan 2013 asal Tanjung Pura, Medan memilih berhenti studi sementara karena tidak mampu melanjutkan studi dengan biaya UKT yang mengalami kenaikan dari satu juta rupiah menjadi dua juta rupiah.
Pada 11 Desember 2015, Lembaga Advokasi Mahasiswa dan Pengkajian Kemasyarakatan (LAM-PK) Fakultas Hukum Unand mencatat penerapan UKT tahun 2103 sampai 2015 di beberapa PTN mendapat penolakan dari mahasiswa. Berdasarkan data Forum Peduli Pendidikan, tahun 2013, khususnya di Unand menimbulkan 132 korban yang tidak ditempatkan pada level yang tepat, satu orang mahasiswa mencicil uang kuliah, dua mahasiswa berhenti studi sementara bahkan berhenti tanpa pemberitahuan karena tidak sanggup membayar uang kuliah.
Melihat arah ke depan, Koordinator Divisi Pengkajian LAM-PK FH Unand Nila Syafitri permasalahan UKT ini akan terus terjadi. Terdapat perubahan pos anggaran Kemenristekdikti pada APBN-P 2015 dari Rp43,6 triliun menjadi Rp40,6 triliun pada APBN 2016. Hal ini akan berpengaruh dengan Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan berkait dengan jumlah UKT.
“Penggurangan anggaran pendidikan mengakibatkan berkurangnya alokasi Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). BOPTN diberikan untuk mengurangi biaya kuliah yang ditanggung oleh mahasiswa. Dalam sistem UKT besaran UKT yang dibayarkan mahasiswa ditentukan dengan menghitung seluruh dana yang harus dibayar mahasiswa dari semester satu sampai wisuda, kemudian dikuranggi dengan BOPTN. Kekurangan itulah yang kemudian harus dibayar mahasiswa. Pengurangan BOPTN akan mengakibatkan bertambah besarnya UKT yang harus dibayar mahasiswa. Hal ini tentu akan memberikan beban yang semakin berat kepada mahasiswa, khususnya mahasiswa dari kalangan menengah ke bawah,” terang Nila Syafitri.
Siap Lakukan Verifikasi Ulang
Melihat pendapat sejumlah mahasiswa dan BEM yang melakukan advokasi terhadap keluhan UKT ini, Wakil Rektor II Unand Asdi Agustar mengatakan, penerapan UKT sudah sesuai dengan kriteria yang ada, dan tidak ada pembebanan biaya UKT yang tidak sesuai dengan kondisi mahasiswa di Unand. Ia menjelaskan, untuk pemberian UKT pada mahasiswa sebelumnya sudah melalui beberapa tahap dan proses.
“Jadi penetapan UKT itu bukan asal saja tapi sudah melalui beberapa proses termasuk juga kunjungan ke lapangan. Dan jika ada mahasiswa yang merasa UKT tidak sesuai dengan kondisi yang ada maka mereka harus ingat kembali dengan apa yang telah mereka tulis sebelumnya,” ungkapnya, Senin (4/4).
Ia juga mengatakan, jika memang ada mahasiswa yang komplain dan tidak setuju dengan UKT maka mereka dapat melakukan komplain ke pihak kampus. Nanti pihak kampus akan melakukan verifikasi ulang, jika memang hasil verifikasi yang telah ada tidak sesuai dengan kondisi rill maka pihak kampus akan mengembalikan UKT sesuai dengan yang seharusnya.
“Banyak hal yang kami lakukan pertimbangkan sebelum memutuskan UKT, kadang mahasiswa ini membandingkan dengan teman-temannya yang orangtuanya PNS dengan petani. Padahal, jika dilihat dari segi penghasilan lainnya petani justru berpotensi untuk penghasilannya lebih besar, sedangkan PNS gajinya sudah ditetapkan,” ulasnya.
Sedangkan, Pembantu Rektor I UNP Agus Irianto mengatakan, untuk penerapan UKT memang beragam, dan berjenjang. Ia mengakui, memang ada sejumlah mahasiswa yang dilakukan penyesuaian UKTnya dengan catatan tertentu. Misalnya, kondisi awal berubah dengan kondisi saat ini seperti ada orangtuanya yang meninggal dunia dan tidak ada lagi yang menjadi tulang punggung keluarga untuk mencukupi biaya kuliahnya.
Artinya, kedua universitas ini siap melakukan verifikasi ulang jika ada yang merasa terbebani dengan penerapan UKT
sumber: haluan